SIKAP
KANDEL (AJARAN KI HAJAR DEWANTARA)
PADA
SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJHURUAN (SMK)
Oleh
Dwi
Ristyani NIM 2017082056
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah daya upaya memajukan
budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan
hidup, yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan
masyarakatnya (Ki Hadjar Dewantara, 2013: 26).
Sehingga pendidikan tidak semata-mata mentrasfer ilmu pengetahuan kepada
peserta didik, tetapi juga mentransfer nilai-nilai budi pekerti dan nilai-nilai
kemanusiaan yang bersifat universal. Pada
pendidikan di Tamansiswa Ki Hadjar
Dewantara juga mengajarkan
bahwa dalam mempelajari sesuatu sebaiknya bersendikan “ngandel-kendel-bandel-kandel”.
Salah satu sikap yang diajarkan Ki Hadjar Dewantara yaitu sikap
kandel wajib diajarkan kepada masyarakat karena manusia yang beriman, bertakwa
dan berakhlak mulia akan terbentuk melalui proses pendidikan. Istilah “kandel”
bisa diartikan iman yang mencakup keseluruhan bagian agama baik yang berkaitan
dengan amalan hati dan anggota tubuh. Iman juga merupakan menampakkan
ketundukan syariat kepada Tuhan dan terhadap apa yang dibawa oleh utusannya,
serta meyakini dan membenarkannya dengan hati, tanpa ada kebimbangan dan keraguan
(Agung Jatmiko, 2012: 13 dalam
Rahmatang, 2017). Iman adalah meyakini akan adanya Tuhan Yang Maha Esa, ini
diwujudkan dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan perintah Tuhan dan
menjauhi segala larangan-Nya.
Proses pendidikan ini terjadi dan berlangsung seumur hidup baik di
lingkungan keluarga, sekolah, maupun di masyarakat. Melalui proses pendidikan,
setiap masyarakat dibina dan ditingkatkan keimanannya dan ketakwaannya kepada
Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulianya. Dengan demikian, meningkatkan
keimanan, ketakwaan dan berakhlak mulia, sebagai salah satu unsur tujuan
pendidikan nasional mempunyai makna dalam membentuk masyarakat Indonesia yang
berbudi pekerti luhur.
Karakter adalah sifat
pribadi yang relatif stabil pada diri individu yang menjadi landasan bagi
penampilan perilaku dalam standar nilai dan norma yang tinggi. Karakter
berbasis pada nilai dan norma (Prayitno dan Belferik Manullang, 2010 dalam Ikhwanudin, 2010). Ada tujuh
nilai-nilai standard yang memandu perilaku seseorang, dalam hal : (1) isu
sosial, (2) kecenderungan arah ideologi religius atau politis, (3) memandu diri
sendiri, (4) sebagai standard untuk evaluasi diri dan orang lain, (5) sebagai
dasar perbandingan kemampuan dan kesusilaan, (6) sebagai standar untuk membujuk
dan mempengaruhi orang lain, dan (7) sebagai standar merasionalkan sesuatu hal
(dapat diterima atau tak dapat diterima), sikap dan tindakan melindungi,
memelihara, dan tentang mengagumi sesuatu/seseorang atau diri sendiri
(Josephson Institute of Ethics, 2008 dalam
Ikwanudin, 2010).
Karakter dapat
digambarkan sebaga suatu struktur nilai yang memandu perilaku individu dalam
suatu konteks (organisasi). Karakter mempunyai struktur terdiri dari
nilai-nilai perilaku etis yang mengatur dua dimensi, dimensi karakter acuan
nilai, dan dimensi jenis perilaku dan target perilaku
Karakter bersifat
universal, namun untuk siswa SMK perlu dipertimbangan kepribadian kejuruan.
Sebab kesuaian karakter siswa dengan lingkungan praktek (kerja) siswa akan
meningkatkan karakter positif seorang siswa SMK. Tulisan akan membahas karakter
siswa SMK, penulis beranggapan pembentukan karakter siswa SMK berbeda dengan
sekolah umum (SMA atau MAN), karena faktor lingkungan kerja (praktek) besar
perannya dalam pembentukan karakter siswa SMK.
Banyaknya siswa yang tawuran, banyaknya siswa yang tidak siap (mental)
menghadapi Ujian nasional, adanya siswa pecandu Narkoba, ini semua menunjukkan
karakter negatif siswa-siswa ditujukan pada siswa SMK. Kesemua karakter negatf
ini dapat dihilangkan atau dikurangi melalui pembentukan karakter. Pembentukan
karakter dapat saja dalam bentuk kurikulum tersembunyi atau melalui mata
pelajaran yang ada. Salah satunya dengan
mengaplikasikan sikap kandel dari ajaran Ki Hajar Dewantara ini.
Pengaplikasian sikap kandel pada siswa bukanlah hal yang mudah,
diperlukan penciptaan suasana religius di sekolah dan luar sekolah. Hal ini
disebabkan karena sikap keimanan yang melekat pada diri siswa kadang-kadang
bisa terkalahkan oleh godaan- godaan yang negatif baik yang datang dari luar
maupun dalam diri siswa itu sendiri. Sehingga dalam proses pembentukan sikap
kandel, siswa tidak akan berlangsung dengan sendirinya, akan tetapi proses
tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sekolah. Segala peristiwa yang terjadi di
dalam sekolah semestinya dapat diintegrasikan dalam program pendidikan
karakter, dari situlah pendidikan karakter merupakan sebuah usaha bersama dari
seluruh warga sekolah untuk menciptakan sebuah kultur baru di sekolah, yaitu
kultur pendidikan karakter dan berbudi pekerti luhur.
Daftar Pustaka
Ki Hadjar Dewantara. 2013. Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap
Merdeka Pendidikan. Cetakan
kelima . Majelis luhur Persatuan Tamansiswa. Yogyakarta
Rahmatang.
2018. Pengembangan Model Assesment Sikap
Kandel Berdasarkan Ajaran Ki Hadjar Dewantara. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Jogjakart, 28
April 2018 Ruang Ki Sarino Mangunsaskoro Direktorat Pascasarjana UST
https://wakhinuddin.wordpress.com/2010/09/22/karakter-siswa-smk-berbasis-dimensi/ diakses pada Hari
Selasa 25 Desember 2018 jam 08.22 wib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar