MENGEMBANGKAN
TES KECEMASAN
PADA
ANAK BERKEBUTUHA KHUSUS
Oleh:
Eri Ponco Prasetyo
Siswa
berkebutuhan khusus cenderung lebih sensitif kepribadiannya dibandingkan dengan
siswa yang noemal. Mereka memerlukan perhatian dan penanganan khusus. Kecemasan
sering terjadi pada anak berkebutuhan khusus saat bersosialisasi. Kecemasan
mereka sulit diidentifikasi dengan baik karena keterbatasan instrumen
penilaian.
Siswa
berkebutuhan khusus adalah siswa dengan perbedaan yang spesifik dari segi
mental, sosial, emosional, maupun fisik dibandingkan siswa normal (Lakshita,
2017:7). Sedangkan kecemasan adalah tanggapan atas apa yang mereka lihat atau
mereka dapat yang mengindikasikan rasa takut, gelisah, dan rasa ketidaknyamanan
diikuti dengan berbagai macam respon fisik. Siswa dengan kelemahan visual
cenderung lebih waspada saat berada di keramaian, karena mereka memiliki
kelemahan penglihatan. Mereka akan merasa gelisah saat berada di lingkungan
yang baru. Siswa dengan kelemahan pendengaran akan sulit memahami percakapan
orang normal. Mereka cenderung kurang memahami pesan yang disampaikan saat
berkomunikasi. Sedangkan siswa dengan keterbelakangan intelektual memiliki
masalah dengan perkembangan mentalnya. Usia mereka tidak sesuai dengan tingkat
kedewasaan yang seharusnya. Mereka juga memiliki keterbatasan dalam segi bahasa
maupun cara beradaptasi.
Berdasarkan hal tersebut, tes tingkat kecemasan
dirasa perlu guna mengidentifikasi kecemasan yang dialami oleh siswa
berkebutuhan khusus hubungannya dengan sosial kemasyarakatan untuk
mengembangkan penanganan yang tepat.
Kecemasan ini
timbul karena pengalaman masa kecil akibat adanya hukuman yang diterima dari
orang tua atau orang yang dianggap punya kewenangan atas hal yang terjadi saat
itu. Karena hal tersebut, beberapa macam tes dianggap perlu untuk
mengodentifikasi kecemasan yang dialami oleh siswa berkebutuhan khusus
kaitannya dengan hubungan sosial agar nantinya didapat penganganan yang tepat.
Beberapa hal
yang perlu diperhatikan saat akan mengembangkan tes bagi siswa berkebutuhan
khusus: (1) Dilakukan oleh ahli: dalam hal ini pengetes adalah orang yang memiliki
pelatihan yang cukup untuk mengadakan tes, selain itu pengetes juga dianggap
sebagai orang yang paham dan akrab dengan siswa, sehingga paham betul jenis tes
seperti aoa yang sesuai untuk siswa berkebutuhan khusus sesuai kategorinya, (2)
Akulturasi sebanding: artinya tes yang dilakukan hendaknya disesuaikan dengan
kelemahan yang dimiliki oleh siswa berkebutuhan khusus, karena masing-masing
dari mereka tidak selalu memiliki kelemahan dan kecenderungan yang sama.
Tes ersebut
dapat dilakukan sebelum pembelajaran dimulai untuk mendapatkan data tentang
baseline setiap anak sebelum pembelajaran berlangsung. Diharapkan saat
pembelajaran, guru sudah bisa mengidentifikasi apa hambatan yang dialami oleh
siswa berkebutuhan khusus, bagaiman respon siswa tersebut selama mengikuti
pembelajaran, dan pada akhirnya untuk melihat perkembangan yang terjadi pada
individu siswa itu sendiri.
Tes ini bukan bermaksud untuk
menghakimi siswa berkebutuhan khusus, tetapi untuk mengetahui perkembangan
pengalaman belajar mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Haryanto.2010.Pengantar Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus.Yogyakarta:FKIP UNY
Lakshita, Nattaya.2012.Belajar Bahasa Isyarat Untuk Naka Tunarungu (Dasar).
Yogyakarta:Javalitera
Setiawan, Ari & Widi Astuti. Development of Children’s Anxiety Test
Special Needs
Tidak ada komentar:
Posting Komentar