KECEMASAN SEBAGAI SALAH SATU
MASALAH
PADA ANAK-ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
(ABK)
Oleh
Dwi Ristyani NIM 2017082056
Anak dengan
kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami
kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam
proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus (Fauzi, A.Z.,
2017). Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu,
tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak
memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak
dengan kebutuhan khusus.
Ada
bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus, adapun jenisnya adalah sebagai berikut (Gusmayadi, Ilham, 2017):
- Tunanetra/anak yang mengalami gangguan
penglihatan
- Tunarungu/anak yang mengalami gangguan
pendengaran
- Tunalaras/Anak yang Mengalami Gangguan Emosi dan
Perilaku.
- Tunadaksa/mengalami kelainan angota tubuh/gerakan
- Tunagrahita
- Cerebral palsy
- Gifted (anak berbakat)
- Autistis
- Asperger
- Rett’s Disorder
- Attention deficit disorder with hyperactive
(ADHD)
- Lamban belajar (slow learner) :
- Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik
Pada
anak berkebutuhkan khusus dapat terjadi permasalahan – permasalahan yang
diawali dari kehidupan sel-sel otak mulanya sedikit, ketika usia 6 tahun, dan
mulai bertahmbah, hingga akhirnya pada usia 14 tahun dapat berkembang lebih
pesat (Putri, Yulia, 2010). ABK hanya tertuju pada 1 pusat perhatian (topik
menarik) dalam proses otak yang berinteligensi tinggi akan menghadapi kesulitan
dalam pembelajaran normal, suka merasa bosan dan cenderung main-main sendiri.
Sedangkan yang inteligensinya rendah akan kesulitan dalam memahami materi pembelajaran
dan kerap membutuhkan banyak pengulangan dalam membahas suatu pembelajaran. Dalam perihal interaksi sosial ABK kurang
kontak mata, represif, sulit berinteraksi baik dengan teman-teman maupun para
guru, tak bisa berempati, memahami maksud orang lain, interaksi, kesulitan
menyampaikan keinginan, takut dan cenderung menghindari orang lain dan sulit
memahami isyarat verbal-nonverbal. ABK kerap kali kurang tangkas dan
keseimbangan dalam perihal Gerak Motorik Kasar (Gross), sedangkan dalam Gerak
Motorik Halus (Fine) ABK kerap kurang terampil dan terkordinir dalam
melaksanakan salah satu tugas.
Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik, anak yang
secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama
dalam hal kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau matematika) (Fauzi,
A.Z., 2017).
Dalam
gerakan sensorik, ABK cenderung hiporeaktif (cuek) dan hiperaktif (enggan
belajar), fokus hanya pada detail tertentu/sempit/tak menyeluruh, dan mempunyai
perhatian yang obsesif. Anak-Anak Berkebutuhan Khusus juga mempunyai minat
terbatas, tak patuh, monoton, tantrum, mengganggu, agresif, impulsif, stimulasi
diri, takut-cemas, kerap menangis.
Ketika
belajar, ABK kerap melakukan kesalahan sensory memory karena memori mereka
hanya pendek sekali jaraknya, mudah lupa, fakta tersimpan tetapi tidak dalam 1
kerangka konteks yang terjadi. ABK sebenarnya bisa memberi respon terhadap
sesuatu dalam pembelajaran, tetapi mereka sulit menghadapi situasi baru.
Sulit
meniru aksi orang lain, namun bisa meniru kata-kata tetapi tidak memahami. ABK mempunyai keterbatasan kemampuan
komunikasi, gangguan bahasa verbal-nonverbal, kesulitan menyampaikan keinginan,
dan penggunaan bahasa repetitif (pengulangan).
ABK
mempunyai kelemahan dalam sequencing seperti kesulitan dalam menguruskan
aktivitas, bisa mengurutkan tetapi sulit mengembangkan sehingga kurang kreatif,
jika urutan aktivitas dirubah ABK mengalami stress.
Gangguan
Executive Function juga terdapat pada ABK seperti kesulitan mempertahankan
atensi, mudah terdistraksi, tidak bisa menyelesaikan tugas, dan kurang kontrol
diri serta sulit bergaul.
Dengan
berbagai permasalahan yang dialami tentunya sangat berpengaruh dalam kehidupan
pribadi dan sosial mereka. Mereka merasa sulit untuk menyelesaikan tugas-tugas
sederhana seperti makan dan minum tanpa bantuan orang lain. Para siswa ini sering memiliki kemampuan
bahasa yang terbatas dan fungsi adaptif. Karena itu, mereka cenderung kurang minat dan
kemampuan yang diperlukan dalam interaksi sosial dan tidak responsif serta
tergantung ketika bersosialisasi dengan orang lain.
Kecemasan
merupakan salah satu respons emosional
terhadap pandangan yang dirasakan, menunjukkan perasaan takut, gugup, dan rasa
tidak aman disertai dengan berbagai respons fisik. Ini dapat terjadi dalam
berbagai konteks situasi atau karena penyakit.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kecemasan berhubungan negatif dengan
hasil akademik siswa (Setiawan, Ari dan Widi Astuti, 2018). Secara fisik, kecemasan dapat menyebabkan
pusing, mual atau diare, perubahan suhu tubuh yang ekstrem, keringat berlebih,
napas pendek, jantung berdebar, mulut kering, dan / atau pingsan. Secara
emosional, kecemasan dapat menyebabkan ketakutan, kemarahan, dan / atau
kekecewaan yang berlebihan atau ekstrem, yang mengarah pada depresi, tangisan,
atau tawa yang tidak terkendali serta keputusasaan. Dalam hal perilaku, kecemasan mengarah pada
kekhawatiran, mondar-mandir, penyalahgunaan obat-obatan, dan penggunaan bahasa
ofensif. Sedangkan, dalam aspek kognitif, kecemasan dapat menyebabkan pikiran kosong, kesulitan berkonsentrasi, bicara sendiri yang
negatif, ketakutan, tindakan membandingkan diri sendiri dengan orang lain, dan
kesulitan dalam mengendalikan pikiran.
Kecemasan
ini berkembang karena pengalaman masa kecil ancaman dan hukuman yang diterima
dari orang tua atau orang yang berwenang ketika subjek bertindak impulsive. Seseorang yang tidak mampu mengurangi
kecemasan secara rasional, orang tersebut akan mengambil langkah-langkah tidak
realistis yang dikenal sebagai mekanisme pertahanan diri seperti: represi,
proyeksi, pembentukan reaksi, fiksasi, dan regresi. Bentuk-bentuk mekanisme
pertahanan diri ini memiliki karakteristik yang sama yaitu: (1) mekanisme
menyangkal, memalsukan, atau mengubah realitas; (2) mekanismenya bekerja secara
tidak sadar, membuat subjek tidak menyadari aktualitas. Kecemasan dapat terjadi
pada siapa saja di mana saja, termasuk kepada siswa di sekolah.
Referensi
Fauzi, Ambar Zahra. 2017. Mengenal Anak-Anak Berkebutuhan Khusus. https://geotimes.co.id/opini/mengenal-anak-berkebutuhan-khusus/ diakses pada Hari Selasa 25
Desember 2018 jam 12.23 WIB
Gusmayadi,
Ilham. 2017. Jenis-Jenis
Anak-Anak Berkebutuhan Khusus. ilhamgusmayadi15.blogspot.com/2017/01/jenis-jenis-anak-berkebutuhan-khusus.html
diakses
pada Hari Sabtu 25 Desember 2018 jam 12.54 WIB
Putri, Yulia.
2010. Permasalahan-Permasalahan
Anak-Anak Berkebutuhan Khusus. http://yulia-putri.blogspot.com/2010/05/permasalahan-permasalahan-anak-anak.html. Diakses pada Hari Selasa, 25 Desember 2018
jam 01.05 WIB
Setiawan, Ari dan Widi Astuti. 2018. Development
of Children's Anxiety Test Special Needs .
Proceeding
International Seminar on Education, Innovation Issues and Challenges in Education for Education Sustainability,
Universitas
Sarjanawiyata Tamansiswa 25 August
2018, ISBN:
978-602-53231-0-2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar