Rabu, 02 Januari 2019

Rev 2 Dwi Ristyani NIM 2017082056 KECEMASAN SEBAGAI SALAH SATU MASALAH PADA ANAK-ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)


KECEMASAN SEBAGAI SALAH SATU MASALAH
PADA ANAK-ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

Oleh
Dwi Ristyani NIM 2017082056

Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus (Fauzi, A.Z., 2017). Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.
Ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus, adapun jenisnya adalah sebagai berikut (Gusmayadi, Ilham, 2017):
  1. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan
  2. Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran
  3. Tunalaras/Anak yang Mengalami Gangguan Emosi dan Perilaku.
  4. Tunadaksa/mengalami kelainan angota tubuh/gerakan
  5. Tunagrahita
  6. Cerebral palsy 
  7. Gifted (anak berbakat)
  8. Autistis
  9. Asperger 
  10. Rett’s Disorder
  11. Attention deficit disorder with hyperactive (ADHD)
  12. Lamban belajar (slow learner) :
  13. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik
Pada anak berkebutuhkan khusus dapat terjadi permasalahan – permasalahan yang diawali dari kehidupan sel-sel otak mulanya sedikit, ketika usia 6 tahun, dan mulai bertahmbah, hingga akhirnya pada usia 14 tahun dapat berkembang lebih pesat (Putri, Yulia, 2010). ABK hanya tertuju pada 1 pusat perhatian (topik menarik) dalam proses otak yang berinteligensi tinggi akan menghadapi kesulitan dalam pembelajaran normal, suka merasa bosan dan cenderung main-main sendiri. Sedangkan yang inteligensinya rendah akan kesulitan dalam memahami materi pembelajaran dan kerap membutuhkan banyak pengulangan dalam membahas suatu pembelajaran.  Dalam perihal interaksi sosial ABK kurang kontak mata, represif, sulit berinteraksi baik dengan teman-teman maupun para guru, tak bisa berempati, memahami maksud orang lain, interaksi, kesulitan menyampaikan keinginan, takut dan cenderung menghindari orang lain dan sulit memahami isyarat verbal-nonverbal. ABK kerap kali kurang tangkas dan keseimbangan dalam perihal Gerak Motorik Kasar (Gross), sedangkan dalam Gerak Motorik Halus (Fine) ABK kerap kurang terampil dan terkordinir dalam melaksanakan salah satu tugas.
Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik,  anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau matematika) (Fauzi, A.Z., 2017).
Dalam gerakan sensorik, ABK cenderung hiporeaktif (cuek) dan hiperaktif (enggan belajar), fokus hanya pada detail tertentu/sempit/tak menyeluruh, dan mempunyai perhatian yang obsesif. Anak-Anak Berkebutuhan Khusus juga mempunyai minat terbatas, tak patuh, monoton, tantrum, mengganggu, agresif, impulsif, stimulasi diri, takut-cemas, kerap menangis.
Ketika belajar, ABK kerap melakukan kesalahan sensory memory karena memori mereka hanya pendek sekali jaraknya, mudah lupa, fakta tersimpan tetapi tidak dalam 1 kerangka konteks yang terjadi. ABK sebenarnya bisa memberi respon terhadap sesuatu dalam pembelajaran, tetapi mereka sulit menghadapi situasi baru.
Sulit meniru aksi orang lain, namun bisa meniru kata-kata tetapi tidak memahami. ABK mempunyai keterbatasan kemampuan komunikasi, gangguan bahasa verbal-nonverbal, kesulitan menyampaikan keinginan, dan penggunaan bahasa repetitif (pengulangan).
ABK mempunyai kelemahan dalam sequencing seperti kesulitan dalam menguruskan aktivitas, bisa mengurutkan tetapi sulit mengembangkan sehingga kurang kreatif, jika urutan aktivitas dirubah ABK  mengalami stress.
Gangguan Executive Function juga terdapat pada ABK seperti kesulitan mempertahankan atensi, mudah terdistraksi, tidak bisa menyelesaikan tugas, dan kurang kontrol diri serta sulit bergaul.
Dengan berbagai permasalahan yang dialami tentunya sangat berpengaruh dalam kehidupan pribadi dan sosial mereka. Mereka merasa sulit untuk menyelesaikan tugas-tugas sederhana seperti makan dan minum tanpa bantuan orang lain.   Para siswa ini sering memiliki kemampuan bahasa yang terbatas dan fungsi adaptif.   Karena itu, mereka cenderung kurang minat dan kemampuan yang diperlukan dalam interaksi sosial dan tidak responsif serta tergantung ketika bersosialisasi dengan orang lain.
Kecemasan merupakan salah satu  respons emosional terhadap pandangan yang dirasakan, menunjukkan perasaan takut, gugup, dan rasa tidak aman disertai dengan berbagai respons fisik. Ini dapat terjadi dalam berbagai konteks situasi atau karena penyakit.  Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kecemasan berhubungan negatif dengan hasil akademik siswa (Setiawan, Ari dan Widi Astuti, 2018).  Secara fisik, kecemasan dapat menyebabkan pusing, mual atau diare, perubahan suhu tubuh yang ekstrem, keringat berlebih, napas pendek, jantung berdebar, mulut kering, dan / atau pingsan. Secara emosional, kecemasan dapat menyebabkan ketakutan, kemarahan, dan / atau kekecewaan yang berlebihan atau ekstrem, yang mengarah pada depresi, tangisan, atau tawa yang tidak terkendali serta keputusasaan.  Dalam hal perilaku, kecemasan mengarah pada kekhawatiran, mondar-mandir, penyalahgunaan obat-obatan, dan penggunaan bahasa ofensif. Sedangkan, dalam aspek kognitif,  kecemasan dapat menyebabkan pikiran kosong,  kesulitan berkonsentrasi, bicara sendiri yang negatif, ketakutan, tindakan membandingkan diri sendiri dengan orang lain, dan kesulitan dalam mengendalikan pikiran.
Kecemasan ini berkembang karena pengalaman masa kecil ancaman dan hukuman yang diterima dari orang tua atau orang yang berwenang ketika subjek bertindak impulsive.  Seseorang yang tidak mampu mengurangi kecemasan secara rasional, orang tersebut akan mengambil langkah-langkah tidak realistis yang dikenal sebagai mekanisme pertahanan diri seperti: represi, proyeksi, pembentukan reaksi, fiksasi, dan regresi. Bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri ini memiliki karakteristik yang sama yaitu: (1) mekanisme menyangkal, memalsukan, atau mengubah realitas; (2) mekanismenya bekerja secara tidak sadar, membuat subjek tidak menyadari aktualitas. Kecemasan dapat terjadi pada siapa saja di mana saja, termasuk kepada siswa di sekolah.

Referensi
Fauzi, Ambar Zahra.  2017.  Mengenal Anak-Anak Berkebutuhan Khusus.  https://geotimes.co.id/opini/mengenal-anak-berkebutuhan-khusus/ diakses pada Hari Selasa 25 Desember 2018 jam 12.23 WIB


Putri, Yulia.  2010. Permasalahan-Permasalahan Anak-Anak Berkebutuhan Khusus.  http://yulia-putri.blogspot.com/2010/05/permasalahan-permasalahan-anak-anak.html.  Diakses pada Hari Selasa, 25 Desember 2018 jam 01.05 WIB

Setiawan, Ari dan Widi Astuti. 2018.  Development of Children's Anxiety Test Special Needs .  Proceeding International Seminar on Education, Innovation Issues and Challenges in Education for Education Sustainability, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa 25 August 2018, ISBN: 978-602-53231-0-2.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rev 2 WijiAstuti Implementation of Environmental Education

Implementation of Environmental Education by :WijiAstuti Adiwiyata is one of the key programs of the Ministry of Environment aimed a...