Penilaian Kompetensi Inti Untuk
Aspek Sikap Sosial pada Siswa Sekolah Dasar
Review
dari Artikel yang berjudul :
Assessment of the
social attitude of primary school students
Ari
Setiawan, Siti Partini Suardiman
Implementasi
Kurikulum 2013 di tingkat sekolah dasar membawa masalah serius dalam penilaian,
terutama penilaian kompetensi inti untuk aspek sikap sosial. Masalah ini muncul
karena sikap sosial memiliki banyak dimensi dan membutuhkan penilaian dalam
berbagai bentuk. Ada tiga domain hasil belajar yang dicapai siswa dalam proses
pembelajaran, yaitu: domain kognitif, afektif, dan psikomotor (Krathwohl,
Bloom, & Masia, 1973, hlm 6–7). Domain kognitif adalah hasil dari
pembelajaran yang ada hubungannya dengan ingatan, kemampuan berpikir, atau
kecerdasan. domain afektif mengacu pada hasil belajar dalam bentuk kepekaan dan
emosi yang berhubungan dengan sikap, nilai, dan minat, sementara itu, domain
psikomotor terkait dengan keterampilan atau kemampuan gerak tertentu
(Kurniawan, 2014, hlm. 10 –12).
Salah
satu aspek yang membutuhkan penilaian adalah ranah afektif. Karakteristik dari
domain afektif adalah sikap, nilai-nilai dan inter-ests (McCoach, Gable, &
Madura, 2013, pp. 7–24). Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap
sosial siswa sekolah dasar. Sikap sosial adalah ranah afektif yang perlu
dinilai menggunakan instrumen yang tepat.
Sikap
sosial dicirikan oleh keyakinan positif atau negatif dalam, perasaan, dan
perilaku pada entitas tertentu. Sikap
sosial memiliki tiga komponen utama: emosional, kognitif, dan komponen
perilaku. Komponen emosional adalah perasaan yang dialami dalam mengevaluasi
entitas tertentu. Komponen kognitif menyiratkan pemikiran dan keyakinan yang
diadopsi terhadap subjek, sedangkan komponen perilaku adalah tindakan yang dihasilkan
dari sikap sosial (Bernann, 2015, hal 13).
Sikap
sosial adalah kecenderungan untuk mengevaluasi hal-hal sosial dengan cara
tertentu. Ini memainkan peran penting dalam perkembangan anak-anak, karena itu
membentuk persepsi anak-anak dari lingkungan sosial dan memiliki efek
signifikan pada perilaku (Crano & Prislin, 2011, hal 19). Anak-anak yang
mulai berinteraksi dengan lingkungan sosial akan mulai memiliki sikap sosial,
dan ini juga terjadi pada anak-anak usia sekolah dasar.
Bukti
perilaku anak-anak dewasa ini cukup memprihatinkan. Siswa sekolah dasar
sekarang umumnya kurang disiplin dari dulu, dan mereka memiliki perawatan dan
tanggung jawab yang rendah. Dalam praktik pendidikan hari ini, di mana sikap
sosial benar-benar menjadi inti dari pendidikan, penilaian belum
dikonstruksikan. Ini karena keterbatasan guru, terutama dalam proses penilaian.
Guru lebih cenderung menghabiskan waktu mereka untuk mengajar terlepas dari
pentingnya membuat penilaian yang tepat. secara konstan membuat keputusan
tentang bagaimana berinteraksi dengan siswa mereka, dan memutuskan yang
didasarkan pada bagian informasi yang mereka kumpulkan tentang siswa mereka
melalui penilaian kelas. Bahkan, mereka tidak menghabiskan banyak waktu untuk
penilaian
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menilai sikap sosial siswa kelas IV dan / atau
V sekolah dasar menggunakan tiga model instrumen terintegrasi: penilaian diri
(SA), penilaian sejawat (PA), dan penilaian observasional (OA). Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif. Responden adalah 58 siswa yang dipilih
dengan menggunakan cluster random sampling dan teknik purposive sampling. Data
yang diperoleh dianalisis menggunakan metode deskriptif dan kategorisasi.
Penilaian nilai-nilai ini dilakukan dengan menggunakan model instrumen SA, PA,
dan OA. Hasilnya dianalisa untuk mengetahui deskripsi penilaian.
Analisis
Hasil
penelitian ini dibagi menjadi dua bagian. Hasil pertama adalah penilaian
berdasarkan komponen sikap sosial, meliputi kejujuran, disiplin, tanggung
jawab, kesopanan, kepedulian, dan kepercayaan diri. Hasil kedua berkaitan
dengan nilai sikap sosial bersama dengan deskripsi yang dapat digunakan untuk
mengisi laporan hasil belajar. Berdasarkan komponen hasil penilaian, dapat
dikatakan secara umum bahwa kepercayaan termasuk dalam kategori A atau
percayakan (46 dari 58 siswa atau 79,31%). Selain itu, 35 siswa menunjukkan
disiplin sebagaimana digambarkan dalam kategori A, sementara kejujuran
direfleksikan oleh 23 siswa dan dianggap sebagai ditanamkan. Ada 32 siswa yang
menunjukkan tanggung jawab, 30 siswa menunjukkan perhatian, dan 32 siswa
mencerminkan kesopanan. Ketiga nilai ini berada dalam kategori B (berkembang).
Hasil
lain yang menarik adalah bahwa ada tujuh siswa (12,06%) yang dikategorikan
dalam kategori D. Mereka belum menunjukkan kejujuran dalam kehidupan
sehari-hari dan interaksi sosial di sekolah. Ketidakjujuran ditunjukkan ketika
mereka menyalin karya siswa lain. Hal ini sejalan dengan gagasan Koellhoffer
(2009, p. 27) bahwa kejujuran berhubungan dengan menghindari plagia-rism,
termasuk mengambil ide atau jawaban orang lain tanpa izin selama proses
pembelajaran, tes, dll.
Hasil
juga menunjukkan bahwa penilaian sikap sosial merupakan komponen terintegrasi
yang mengembangkan sikap seperti kejujuran, disiplin, tanggung jawab,
kesopanan, kepedulian, dan juga kepercayaan diri. Dari sampel 58 orang, 11
(18,96%) termasuk dalam SB, atau, dengan kata lain, sikap sosial mereka sangat
baik. Selain itu, 38 siswa (65,52%) dipertimbangkan untuk menjadi baik. Sikap
sosial adalah hasil tanggapan terhadap rangsangan sosial yang terkandung dalam
pembelajaran tematik. Hal ini didukung oleh LaPierre dalam Azwar (2015, p. 5)
yang menyatakan bahwa situasi sosial adalah pola perilaku buruk, kecenderungan
atau kesiapan antisipatif, kecenderungan untuk beradaptasi dengan situasi
sosial, atau, hanya sikap sosial adalah tanggapan terhadap stimulus sosial
terkondisi.
Dari
hasil penilaian sikap sosial siswa, dapat juga disimpulkan bahwa sikap sosial
mereka ternyata bervariasi. Ada 36 (65,52%) siswa di SB (sangat baik) kategori
dan 11 siswa (18,96%) dalam B (baik) kategori. Dari hasil itu, SB (sangat
bagus) kategori memiliki makna mendalam. Hasilnya juga dapat digunakan dalam
re-port hasil pembelajaran inti kompetensi dalam aspek sikap sosial atau Kompetensi
Inti (KI) –2 (Inti-Kompetensi 2) dan menjadi bahan evaluasi untuk pembelajaran
tematik. Hasil penilaian yang diperoleh juga digunakan oleh guru untuk mengisi
laporan hasil belajar pada semester pertengahan dan akhir semester.
Penelitian
ini juga menghasilkan efektivitas dari penilaian yang dilakukan. Ada 79% dari
guru yang mengklaim bahwa penilaian yang melibatkan tiga model yang berbeda
dalam penelitian ini efektif. Ini menunjukkan bahwa metode yang lebih
bervariasi dan terintegrasi dapat kembali dalam hasil penilaian yang lebih
akurat. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen ini berguna dalam membantu guru
untuk menilai sikap sosial sebagai komponen afektif dari hasil pembelajaran
tematik terpadu di sekolah dasar.
Hasil komprehensif dari
pencarian ulang ini dapat menjadi panduan bagi para guru untuk menilai sikap
sosial siswa. Penilaian yang ada juga dapat menjadi evaluasi terhadap praktik
pembelajaran. Penelitian masa depan harus mengungkapkan komponen lain dari
sikap sosial sebagai hasil dari proses belajar.
Daftar
Pustaka
Setiawan,A. Suardiman S.P. (2018). Assessment of the social attitude of primary school students, REID,
2018.p.12-21. DOI: https://doi.org/10.21831/reid.v4i1.19284
Supardan, D (2011). Pengantar ilmu
sosial: Sebuah kajian pendekatan struktural. Jakarta: Bumi Aksara
Ahmadi, H.A. (2002). Psikologi sosial,
Jakarta: Rineka Cipta Yogyakarta
Bernann, S.L. (2015). Pengetahuan, sikap
dan perilaku manusia.Yogyakarta: Parama
Crano, W.D., & Prislin, R
(2011). Attitudes and attitude change.
Newyork, NY: Psychology Press.
Ekowarni. (2009). Pedoman pendidikan
akhlak mulia siswa sekolah dasar. Jakarta.
Supardan, D. (2011). Pengantar ilmu
sosial : Sebuah kajian pendekatan struktural. Jakarta :Bumi Aksara.
McCoach, D.B., Gable, R.K& Madura,
J.P (2013). Instrument development in the affective domain : School and
corporate applications . NewYork, NY: Springer
Tidak ada komentar:
Posting Komentar