Review
dari Artikel yang berjudul :
EVALUASI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KIMIA
Oleh Gandung Ngadina (2017082050)
Mengacu pada Permendikbud
nomor 022 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan bahwa proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi pesertadidik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.
Pembelajaran kimia menekankan
pada pengembangan ketrampilan proses dan produk. Lima konsep model pembelajaran
kimia yang termasuk pembelajaran IPA menerapkan mengimplementasikan
pengembangan model Discovery Learning,
Project Based Learning, Problem Based Learning, Model , Learning Cycle dan
Model Science Tecnology and Society atau dikenal dengan istilah STS (Devi,
2017.p8). Pembelajaran kimia secara kreatif tak luput dari pemanfaatan
laboratorium. Proses kegiatan praktikum diawali dengan memberi konsep sederhana
beserta prosedur yang harus dilakukan peserta didik. Guru berperan sebagai
fasilitator dengan cara membimbing, menggunakan informasi kontekstual,
mengarahkan peserta didik dalam menafsirkan data, membimbing melakukan uji
hipotesis, dan lain-lain.
Tahap akhir dari pelaksanan
standart isi proses pendidikan adalah penilaian. Penilaian proses pembelajaran
menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic
assesment) yang menilai kesiapan peserta didik, proses, dan hasil belajar
secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen tersebut akan menggambarkan
kapasitas, gaya, dan perolehan belajar peserta didik yang mampu menghasilkan
dampak instruksional (instructional
effect) pada aspek pengetahuan dan dampak pengiring (nurturant effect) pada aspek sikap. Penilaian aspek kognitif dapat
dilakukan pada penilaian setiap akhir pembelajaran, pemberikan tugas dan
ulangan harian. Aspek afektif dapat diperoleh melalui observasi diskusi dan
keaktifan dalam proses pembelajaran. Sedangkan penilaian ketrampilan dapat
dilakukan saat peserta didik melakukan praktikum. Termasuk penilaian adalah
kegiatan evaluasi.
Jenis penelitian ini adalah penelitian
evaluasi dengan pendekatan formatif dari Scriven. Evaluasi dilakukan pada
proses pembelajaran kimia yang sedang berjalan. Lokasi penelitian ini adalah di
SMA Negeri 1 Banguntapan. Responden yang
dilibatkan ini adalah siswa SMA, dengan
jumlah responden 58 siswa. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini memakai
instrumen berupa kuesioner dengan model sumatifrating
scale yang memodifikasi dari skala likert. Teknik analisis data adalah
deskriptif kuantitatif, dengan bantuan
program excel. Hasil analisis
disajikan dalam histogram untuk menggambarkan capaian proses pembelajaran dan
penilaian yang dilakukan oleh guru. Hasil penelitian ini adalah: (1) diketahui capaian proses
pembelajaran kimia yang dibagi dalam 3
bagian pendahuluan masuk kategori
baik yaitu 55,17%, model pembelajaran yang digunakan masuk
kategori baik (51,73%) dan kegiatan praktikum dalam pembelajaran masuk
kategori sangat baik, 55,17%. (2) penilaian pembelajaran yang dilakukan oleh guru masuk kategori baik, 65,52%. Secara
keseluruahan hasil evaluasi menunjukan bahwa pembelajaran kimia yang dilakukan
oleh guru sudah baik.
Analisis
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis evaluasi dari
scriven. Michael
Scriven menyatakan bahwa evaluasi kurang membutuhkan teori (Stewatt I.
Donaldson & Mark W. Lipsey, 2006).Michael Scriven menyatakan bahwa
evaluator mungkin melakukan evaluasi program dengan baik tanpa mempergunakan
taori evaluasi atau teori program. Pikiran evaluator yang salah menurut Scriven
bahwa dalam melaksanakan evaluasi ia harus mempunyai logika teori evaluasi dan
teori program. Menurut Arikunto (2007: 222) penelitian evaluasi dapat diartikan
suatu proses yang dilakukan dalam rangka menentukan kebijakan dengan terlebih
dahulu mempertimbangkan nilai-nilai positif dan keuntungan suatu program, serta
mempertimbangkan proses serta teknik yang telah digunakan untuk melakukan suatu
penelitian.
Isaac seperti dikutip oleh Fernandes (1984) membedakan model evaluasi
program berdasarkan orientasinya, yaitu: (1) model yang berorientasi pada
tujuan (goaloriented); (2) model yang berorientasi pada keputusan (decision
oriented); (3) model 8 yang berorientasi pada kegiatan dan orang-orang yang
menanganinya; dan (4) model yang berorientasi pada pengaruh dan dampak program.
Sementara itu, beberapa ahli membedakan model evaluasi menjadi delapan model,
yaitu: 1) Goal Oriented Evalution Model, yang dikembangkan oleh Tyler. 2) Goal
Free Evaluation Model, yang dikembangkan oleh Scriven. 3) Formatif Sumatif
Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven. 4) Countenance Evaluation Model,
dikembangkan oleh Stake. 5) Responsive Evaluation Model, yang dikembangkan oleh
Stake. 6) CSE-UCLA Evaluation Model, yang menekankan pada “kapan” evaluasi
dilakukan. 7) CIPP Evaluation Model, yang dikembangkan oleh Stufflebeam. 8)
Discrepancy Model, yang dikembangkan oleh Provus.
Pedekatan scriven yang dipakai dalam penelitian ini mentitik beratkan
pada formatif, artinya didasari evaluasi yang dilakukan padasaat pembelajaran
berlangsung. Evaluasi semacam ini sangat bagus untuk menilai program
pembelajaran yang sedang dijalankan dan memberi masukan terkait program
selanjutnya. Pemikiran ini didasari pada asumsi bahwa program pembelajaran yang
dijalankan oleh guru harus di evaluasi.
Daftar pustaka :
Devi, P. Kamalia .(2017). Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
KIMIA SMA Terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter Kelompok Kompetensi D.
(Pp 8-40). Jakarta : PPPPTK IPA Dirjen Kemendikbud
Stewatt I.
Donaldson & Mark W. Lipsey, (2006) Evaluasi kurang membutuhkan teori
Isaac, Fernandes (1984) model
evaluasi program berdasarkan orientasinya
Mendikbud
RI. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 022 Tahun 2013 tentang
StandarPenilaian (2013)
Arikunto,
S. (2007), Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar